Welcome, Mom/Dad!
google_button Or please Login / Register!
Dongeng Time: Bintang Kecil yang Ingin Turun ke Bumi

Dongeng Time: Bintang Kecil yang Ingin Turun ke Bumi

Di langit malam yang gelap dan tenang, ribuan bintang berkelip lembut seperti permata yang bertebaran di samudra hitam. Namun di antara semua bintang itu, ada satu bintang kecil bernama Lina, yang selalu terlihat paling bersemangat berkelip setiap malam.

Lina adalah bintang muda yang ceria dan penuh rasa ingin tahu. Ia suka memandang ke bawah, menatap Bumi yang tampak berwarna biru dan hijau dari kejauhan.


Suatu malam, ketika semua bintang mulai bersiap untuk beristirahat, Lina berkata kepada sahabatnya, Bintang Tua Orlo, yang selalu bersinar di dekatnya.


Lina: “Orlo, lihat deh! Bumi itu cantik sekali malam ini. Aku bisa melihat lautan berkilau dan lampu-lampu kecil di kota. Aku ingin sekali turun ke sana.”


Orlo: “Turun ke Bumi? Oh, Lina kecil… itu bukan tempat untuk bintang. Kita bersinar di sini, di langit. Kalau kau turun ke Bumi, cahaya mu bisa padam.”


Lina: “Tapi aku ingin tahu bagaimana rasanya berada di antara manusia. Aku ingin melihat pepohonan, bunga-bunga, dan sungai yang mengalir. Aku ingin tahu seperti apa pelangi yang sering mereka ceritakan!”


Orlo tersenyum lembut.

Ia tahu Lina memang selalu penasaran. Tapi ia juga tahu bahwa dunia bawah tidak mudah bagi bintang.


Orlo: “Keingintahuanmu indah, Lina. Tapi ingat, setiap bintang punya tugas. Kita menerangi malam agar manusia tidak merasa sendiri dalam gelap.”


Lina: “Tapi bukankah tugas itu tetap bisa kulakukan dari dekat, Orlo? Aku hanya ingin sekali saja melihat dunia mereka.”


Bintang Tua Orlo hanya menghela napas dan kembali bersinar pelan. Namun malam itu, Lina tidak bisa tidur. Ia terus menatap Bumi dengan mata berbinar. Dan saat fajar mulai datang, ia berbisik pelan:


Lina: “Aku akan pergi. Aku akan melihat dunia itu, walau hanya sebentar.”


Perjalanan Menuju Bumi


Ketika semua bintang mulai memudar disinari mentari, Lina mengumpulkan seluruh cahaya yang ia punya. Ia mengepakkan sinarnya seperti sayap, lalu — wushhh! — ia meluncur turun menembus kabut langit.


Ia meluncur melewati awan, melewati burung-burung yang sedang terbang pagi-pagi, sampai akhirnya ia mendarat di atas padang rumput hijau di tepi hutan.


Namun, begitu kakinya menyentuh tanah, cahaya tubuhnya mulai meredup.

Ia menatap dirinya dengan kaget.


Lina: “Oh tidak… cahayaku… menghilang!”


Tapi sebelum ia sempat panik, seekor kelinci putih kecil melompat mendekat.

Matanya bulat, hidungnya bergerak-gerak lucu.


Kelinci: “Halo! Siapa kamu? Aku belum pernah melihat makhluk bersinar seperti kamu sebelumnya.”


Lina: “Aku… aku Bintang Kecil. Tapi sekarang aku tidak bersinar lagi.”


Kelinci: “Bintang? Wah, jadi kamu dari langit? Aku selalu memandang kalian setiap malam! Kenapa kau turun ke sini?”


Lina: “Aku ingin tahu seperti apa rasanya hidup di Bumi. Tapi sekarang aku takut… aku mungkin tidak bisa kembali ke langit.”


Kelinci menggeleng cepat sambil tersenyum.


Kelinci: “Jangan takut! Aku akan membantumu. Ayo, ikut aku. Aku tahu seseorang yang mungkin bisa menolongmu.”


Pertemuan dengan Ibu Tua Penjaga Cahaya


Kelinci membawa Lina menyusuri hutan. Mereka melewati sungai kecil yang gemericik, bunga liar berwarna ungu, dan pepohonan tinggi yang seolah berbisik lembut di antara angin.


Akhirnya mereka tiba di sebuah pondok kecil di kaki bukit. Dari dalam pondok itu tampak cahaya hangat keluar dari jendela.


Kelinci: “Inilah rumah Ibu Tua Penjaga Cahaya. Katanya, dia bisa memperbaiki apa saja yang kehilangan sinarnya.”


Kelinci mengetuk pintu tiga kali.

Tok! Tok! Tok!


Seorang wanita tua berambut perak membuka pintu sambil tersenyum lembut.


Ibu Tua: “Oh… siapa yang datang pagi-pagi begini?”


Kelinci: “Ibu, ini Bintang Kecil dari langit. Ia kehilangan cahayanya.”


Ibu Tua: “Bintang dari langit, ya? Sudah lama sekali aku tak melihat yang seindah ini.”


Lina menunduk sedih.


Lina: “Cahaya dalam tubuhku hilang, Ibu. Aku hanya ingin melihat Bumi sebentar, tapi sekarang aku tak tahu bagaimana cara kembali.”


Ibu Tua: “Oh, sayangku… cahaya bintang hanya bisa hidup jika hatinya penuh dengan kasih dan harapan. Kau kehilangan sinar bukan karena Bumi, tapi karena kau takut.”


Lina: “Jadi… kalau aku ingin bersinar lagi, aku harus… berani?”


Ibu Tua: “Benar. Beranilah mencintai dunia ini, walau hanya sebentar. Cahaya akan muncul dari hatimu sendiri.”


Lina menatap tangan Ibu Tua yang hangat, dan untuk pertama kalinya, ia merasakan sesuatu yang belum pernah ia rasakan — rasa kasih sayang dari seorang manusia.


Bintang yang Belajar Tentang Dunia


Selama beberapa hari, Lina tinggal di pondok kecil itu. Ia belajar tentang Bumi bersama kelinci dan Ibu Tua.


Ia membantu menyiram bunga, menjemur pakaian, dan bahkan menolong seekor burung kecil yang jatuh dari sarangnya.

Setiap kali ia berbuat baik, sedikit cahaya muncul di ujung jarinya.


Ibu Tua: “Lihat, Lina. Cahaya hatimu mulai kembali.”


Lina: “Benar, Ibu! Aku merasa hangat di dalam dada.”


Kelinci: “Wah! Kau mulai bersinar lagi, Lina!”


Hari demi hari berlalu, dan cahaya Lina semakin terang. Namun semakin terang cahayanya, semakin kuat pula kerinduannya pada langit tempat asalnya.


Lina: “Ibu, Kelinci, aku senang di sini. Tapi aku harus kembali. Aku rindu Orlo dan bintang-bintang lain.”


Ibu Tua: “Tentu, Sayang. Tapi sebelum kau kembali, ingatlah pelajaran ini — cahaya yang sejati tidak hanya bersinar di langit, tapi juga di hati setiap makhluk yang baik.”


Kembali ke Langit


Malam itu, angin bertiup lembut.

Ibu Tua dan Kelinci berdiri di luar pondok, menatap Lina yang kini bersinar terang seperti dulu.


Kelinci: “Kau benar-benar bintang sejati, Lina.”


Lina: “Dan kau sahabat terbaik yang pernah kumiliki. Terima kasih sudah menemaniku.”


Ibu Tua: “Pergilah, Sayang. Langit menunggumu.”


Lina menatap mereka untuk terakhir kali. Ia mengumpulkan cahaya di tubuhnya, lalu perlahan melayang ke udara, semakin tinggi, semakin tinggi… sampai akhirnya ia kembali ke tempatnya di langit.


Dan malam itu, Orlo tersenyum lega ketika melihat Lina bersinar lebih terang dari sebelumnya.


Orlo: “Kau kembali, Lina kecil.”


Lina: “Ya, Orlo. Aku kembali… tapi kini aku tahu, cahaya kita bukan hanya untuk langit. Kita juga bersinar untuk mereka di bawah sana.”


Sejak saat itu, setiap malam Lina memancarkan cahaya yang paling lembut ke arah Bumi. Kadang, cahaya itu tampak seperti bintang yang berkelip hangat di dekat hutan — tepat di atas pondok kecil tempat Ibu Tua dan kelinci tinggal.

Leave A Comment